Selamat pagi sayang, selamat
bertemu lagi denganku, orang yang sehari-hari akrab dengan setiap aktivitasmu. Seorang
penggemarmu yang selalu peduli baik burukmu, tapi aku penggemar yang tidak akan
minta tanda tangan, aku penggemar yang minta transferan setiap bulan. Hehe,
penggemar macam apa aku ini.
Masih ingat hari itu? Hari yang
biasa bagi kita tapi mungkin saja menjadi hari yang penuh harap dan doa bahwa
kita akan menemukan pendamping hidup. Takdir berpihak pada kita. Masih ingat
awal perkenalan kita? Dua orang asing yang tidak pernah tahu namun kemudian
saling mencari tahu. Dunia ini memang penuh teka-teki ya, saat itu pekerjaanku memberikan kesempatan untuk berkeliling
Indonesia dari Aceh hingga Papua, bertemu banyak orang, dan dari sekian banyak
orang yang pernah aku temui, tidak sekali pun aku pernah bertemu kamu. Sekilas mungkin
pernah dan aku tidak tahu, juga tidak peduli. Lha wong nggak ngerti kalau itu kamu. Padahal kita satu almamater. Udah
muter-muter ke sana kemari ketemunya IPB lagi.
Cara Allah memperkenalkan kita
memang dibikin rumit tapi tidak rumit. Siapa sangka kita dipertemukan melalui
rekan kerja kamu yang ternyata adalah sahabatku waktu kuliah. Aku selalu takjub
dengan cara kita berkenalan. Hanya ada kata “hai” di pagi hari lalu tidak ada
kabar lagi hingga malam hari. Pesan macam apa hanya “hai” saja? Bahkan layanan delivery KFC saja lebih panjang
kalimatnya “halo selamat malam dengan Fulan ada yang bisa saya bantu?” Tapi
kamu kan bukan customer service KFC,
waktu itu kamu calon suamiku yang belum ketahuan.
Masih ingat pertemuan pertama
kita? Kalau nggak ingat pura-pura ingat aja daripada istrimu ngambek. Hehe.
Stasiun Juanda. Baju yang kupakai saat itu masih ada sampai sekarang, kerudung
dan sandalnya juga masih ada. Celana jeans-nya saja yang sudah tidak muat. Sepertinya
aku bertambah gemuk, padahal rasanya masih singset langsing, haha time flies. Kalau kamu, baju kamu waktu
itu adalah kaos polo warna putih, celana krem, dan sendal selop. Kaos yang
waktu itu kamu pakai selalu kamu tolak kamu pakai setelah kita menikah, katanya
panas dan mmm begah, kamu juga tambah subur. Sandalnya masih ada suka kulihat
di rumah Bapak, celananya masih muat juga Alhamdulillah. Tapi memang kita jadi
sama-sama subur, nggak apa-apa lah ya, let’s
get fat together.
Waktu ketemu pertama kali kamu
ngajak aku naik busway. Kalau di
film-film itu pasti bakal jadi pertemuan yang romantis, sepasang muda-mudi
duduk di dalam bus Trans Jakarta, saling bergandengan tangan, dan ngobrolin hal-hal
yang filosofis. Hahaha itu cuma khayalan. Faktanya naik busway buat kita berdua jadi semacam study tour, kita malah cengar-cengir takjub sama metode pembayaran Trans Jakarta
dengan e-money. Karena bingung mau
kemana, kita ke Mall Taman Anggrek. Terus terang aku nggak terlalu suka jalan
ke mall, terlalu ramai dan kalau nggak ada tujuannya juga males. Tapi kamu
segera menentukan tujuannya, kita makan. Aku nggak nolak diajak makan soalnya
aku lapar. Bahkan saat itu aku belum yakin bahwa kita akan menjadi pasangan
yang maju menua bersama.
Pulangnya kamu mengantarku ke
Bogor, kali ini naik KRL. Dan lagi-lagi kamu takjub dengan KRL yang isinya
penuh. Karena tersisa tempat duduk cuma satu jadi kamu mempersilakan aku duduk,
kamu desak-desakan berdiri sama penumpang lain. Lama-lama kasihan juga karena
kamu ngantuk, jadinya malah aku yang berdiri kamu yang duduk sambil tidur pules
sampai Bogor. Ya Allah, manusia macam apa yang ada bersamaku saat itu. Tapi aku
tidak menyalahkan ketakjubanmu karena kamu bertugas di luar jawa yang minim
fasilitas. Ende, Labuan Bajo, lalu Bima. Tidak ada busway dan KRL di sana, apalagi transaksi transportasi harian
dengan e-money. Juga pastinya kamu
tidak harus berdesak-desakan di dalam kereta atau bermacet ria di jalanan
seperti Jakarta. Dari perjalanan pulang ke Bogor itu aku tahu bahwa kamu adalah
orang yang dekat dengan keluarga. Bagaimana pun itu salah satu kebanggaan
terbesarku memilihmu menjadi teman hidup, karena aku dan anak kita menjadi
prioritasmu kini.
Terima kasih telah datang di
waktu yang tepat, terima kasih karena itu kamu. Semoga kita selalu menjadi
pasangan yang optimis, saling memperbaiki, saling setia, dan keluarga kita
selalu diberkahi. Sakinah, Mawaddah, wa Rahmah.
Sekian dan siap menerima
transferan atau diajak jalan-jalan.
Dari istrimu,
Aku mencintaimu seterusnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
BERI KOMENTAR