![]() |
Picture Source: Click! |
"Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri."
--Soekarno--
Kamis lalu saya masuk kelas
praktikum yang saya ampu dengan pembahasan yang sangat menarik. Mata Kuliah
Kelembagaan, Organisasi, dan Kepemimpinan (KOK) di Departemen Sains Komunikasi
dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
kali ini membahas tema kepemimpinan. Topik khusus yang dipilih adalah “If I
Were The President”, mahasiswa saya ajak untuk berselancar di alam kritisnya
untuk membuat essay dengan topik tersebut di minggu sebelumnya. Kemudian hari
ini mahasiswa mempresentasikan gagasannya di depan rekan-rekannya.
Di sini saya menemukan bahwa
cikal bakal pemimpin negeri yang kritis dan cerdas sedang tumbuh dan
berkembang. Seorang mahasiswi bernama Astrid mempresentasikan dengan bergas
mengenai imajinasinya di masa yang akan datang: hukum mati koruptor di
Indonesia. Kemudian, mahasiswi selanjutnya yang mempresentasikan essaynya
adalah Caca, dia menyampaikan keprihatinannya atas kemiskinan yang terjadi di
Indonesia: kurangi jatah fasilitas untuk pejabat dan menteri dan alihkan untuk
subsidi masyarakat miskin. Suaranya sedikit gemetar ketika menyampaikan
keperihatinannya akan banyaknya masyarakat miskin yang menjadi gelandangan dari
lansia hingga anak kecil. Lalu presentasi disusul oleh mahasiswa yang lainnya
yang hampir sama menyampaikan persoalan krusial negeri ini: kemiskinan,
pendidikan, keamanan, kesehatan, dan kasus korupsi.
Indonesia harus optimis dengan
generasi yang kritis dan tidak apatis seperti mereka. Negeri gemah ripah loh jinawi ini punya anak
kandung Ibu Pertiwi yang memiliki visi misi hebat untuk masa depan. Kehebatan
itu tumbuh dari proses pendidikan yang benar dan menciptakan kesadaran kritis (conscientization) bahwa setiap orang
harus berdaya. Saya bangga mendengarkan paparan rekan-rekan mahasiswa mata
kuliah KOK tersebut, seperti berpetualang ke alam pikir yang masih segar dengan
niat perjuangan tanpa embel-embel gengsi ataupun politisasi.
Membayangkan jika salah satu di
antara mereka menjadi pemimpin Indonesia dengan kepedulian dan idealisme yang
masih sama seperti saat ini maka alangkah beruntungnya masa depan bangsa ini.
Merah putih akan berkibar gagah bukan karena tiangnya yang tinggi tetapi sebab
makna merah darah dan putih tulang benar-benar menunjukkan anatomi badan
Indonesia yang merdeka. Alangkah beruntungnya masa depan bangsa ini memiliki
generasi penerus yang cerdas, hingga gema Indonesia Raya tidak sekedar aransemen
musik tetapi ruh dari kejayaan tertinggi yang diperoleh dari optimisme dan
kepedulian.
Saya bangga dengan adik-adik
mahasiswa itu yang tengah mempertajam daya pikir dan kepekaannya atas persoalan
negeri ini. Mereka yang memilih untuk menuliskan gagasan mereka dengan bijak
dibanding berkoar-koar dengan pengeras suara tanpa tahu tujuannya. Saya tahu
essay yang mereka buat bukan pekerjaan instan, mereka membaca dan mengolah
informasi menggunakan daya nalar mereka dengan sangat baik. Selamat Indonesia,
ada penerusmu yang tengah tumbuh dan berkembang. Saya bangga menjadi Indonesia.
Bogor, 10 Mei 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
BERI KOMENTAR