Yth. Bapak dan Ibu Wakil Rakyat,
Bapak dan Ibu wakil rakyat dimana
pun berada, semoga anda semua masih dalam jalur memperjuangkan kesejahteraan
rakyat kecil dan tidak mampu. Bukan hanya menggembungkan pundi-pundi pribadi
untuk mengembalikan modal kampanye atau mempertebal kantong pribadi menuju
kampanye selanjutnya. Kami adalah rakyat yang tidak punya kewenangan kebijakan,
semoga keluh-kesah kami didengarkan, diperhatikan, dan ditindaklanjuti. Perkenankan
kami, menyampaikan beberapa hal mewakili saudara-saudara kami sebab bagaimana
pun kami adalah rakyat yang memiliki hak dinaungi oleh negara. Dalam konteks
otonomi daerah, nasib kami tergantung dari kebijakan yang dibuat di level
kabupaten, yaitu kebijakan yang ditentukan oleh suara Bapak dan Ibu wakil kami.
Bapak dan Ibu wakil rakyat, kami
belum pernah bertatap muka dengan anda, tetapi kami yakin bahwa anda memiliki
sisi humanis yang tentu saja tidak akan tega melihat penderitaan dan kemiskinan
yang tidak ada habisnya. Atau dalam kata yang lebih progresif, siapa yang tidak
ingin membangun daerahnya dan membuatnya lebih maju, lebih berdaya, dan
mereduksi sebanyak mungkin angka kemiskinan? Kami rakyat, memikirkan bagaimana
supaya kami tidak miskin, kami berusaha menempatkan porsi pekerjaan kami untuk
kehidupan yang lebih baik, menyekolahkan anak-anak kami, menanam komoditas
pertanian yang menguntungkan, dan kami tanpa perlu bermuluk-muluk mengharapkan
bahwa pembuat kebijakan pun bisa mendukung semua itu, mendukung usaha kami,
kita saling mendukung.
Perkenankan kami mewakili
saudara-saudara kami menyampaikan beberapa hal ini, tanpa mengurangi rasa
hormat kami kepada Bapak dan Ibu Wakil
Kami.
Kabupaten Banjarnegara adalah
tempat tinggal kami sejak lahir, hingga kami memutuskan untuk mencari ilmu ke
luar daerah untuk meningkatkan pengetahuan dan skill yang kami sebut di awal
adalah untuk memperbaiki kehidupan agar lebih baik. Secara rutin kami pulang ke
Banjarnegara untuk menjenguk orang tua dan keluarga. Dalam periode itu, kami
pikir Banjarnegara sudah berusaha melakukan transformasi supaya kabupaten yang
sesungguhnya kaya akan sumberdaya alam ini tidak lagi sekedar disebut sebagai
kota pensiunan. Ya, pembangunan ala modernisasi dilakukan mati-matian di
Banjarnegara: hotel-hotel diperbaiki, perusahaan developer semakin banyak masuk
dan mendirikan perumahan dengan cicilan ringan bahkan meskipun dengan
meniadakan lahan sawah sekalipun, fasilitas entertaintment seperti resto, areal
wisata, dan resort semakin menjamur, minimarket sudah masuk bahkan sampai di
tingkat kecamatan, warung internet semakin menjamur di wilayah kota,
pabrik-pabrik pembuat bulu mata palsu didirikan. Banjarnegara adalah wilayah
yang sedang berkembang, saya baca di sebuah baliho besar yang menyebutkan bahwa
“Banjarnegara adalah Kabupaten yang ramah investasi”. Itu membanggakan dan
tidak salah, tetapi bagi saya dan ribuan orang yang barangkali tidak perlu
terlalu mewah memaknai ‘transformasi’, menuju ke arah kemajuan tidak hanya
dalam kerangka seperti itu.
Banjarnegara adalah Kabupaten
yang kaya akan sumberdaya alam, basis Kabupaten ini bukanlah kota tetapi desa. Tentu
saja Bapak dan Ibu yang lahir atau besar di Banjarnegara tahu bahwa dari ujung puncak
Dieng Kulon hingga dataran yang rendah di Klampok merupakan wilayah pedesaan
yang kaya. Kami (orang-orang desa) seringkali menyayangkan mengapa keagungan
pembangunan hanya dititikberatkan di kota? Masyarakat desa, petani kecil, buruh
tani, kami semua tidak memiliki tendensi untuk mencampuri urusan birokrasi
Bapak dan Ibu dalam menjalankan pemerintahan di Kabupaten ini. Pada dasarnya
kami adalah masyarakat yang penurut, tetapi jika keadilan dan kesejahteraan
hanya mimpi bagi kami, selanjutnya kami mempertanyakan.
Bapak dan Ibu Wakil Rakyat,
petani menanam, menunggu hasil panennya bisa dituai dan dijual ke kota (Kota
Banjarnegara). Petani punya segudang kreatifitas untuk mempertahankan
kelangsungan hidup dengan menanam salak, kentang, padi, atau kayu. Masyarakat
desa yang tidak punya lahan menjadi buruh pada lahan tetangganya yang perlu
dibera, disiangi, atau ditanami dengan upah Rp 20.000-Rp 25.000 per hari
(bayangkan nilai itu adalah satu per berapa puluh bagian dari gaji Bapak dan
Ibu). Tidak kalah banyak, masyarakat desa yang merasa bahwa desa bukan lagi
tempat yang menguntungkan memilih untuk bermigrasi ke kota menjadi karyawan, buruh
pabrik, pembantu rumah tangga, buruh bangunan, supir angkutan umum, dll dan
pulang ke desa setiap kali lebaran. Tapi saya yakin, mereka semua bukanlah
orang yang pantang menyerah, mereka menerima sekaligus berusaha memperbaiki
kehidupan. Menyekolahkan anak-anak ke jenjang yang lebih tinggi, mencari celah
untuk membuka usaha mikro, mereka berjuang. Petani terus menanam, buruh tani
terus bekerja, migran juga terus mencari penghidupan. Berapa pendapatan daerah
yang bisa diperoleh dari kami wahai Bapak dan Ibu? Mungkin tidak seberapa,
tetapi itulah keringat kami, keringat kami yang tidak tahu menahu soal rencana
strategis pembangunan.
Lalu, Betapa sedihnya kami ketika
fasilitas utama dan satu-satunya yang bisa menghubungkan kami dengan kota tidak
bisa kami lalui dengan baik karena kondisinya tidak layak. Betapa sedihnya kami
ketika jalanan rusak dimana-mana dan tidak dihiraukan, kami berusaha tambal
sulam, tetapi semen, batu, pasir, aspal juga tidak selalu sanggup kami menyediakan.
Jalan itu adalah sarana hidup kami, penghubung desa kami dengan pusat Kabupaten
dan desa lain. Betapa sedihnya kami, ketika hasil panen kami terhambat dijual
padahal itulah tiang hidup kami. Betapa sedihnya kami, tahu bahwa anak-anak
yang ingin kami perjuangkan hidupnya harus mempertaruhkan nyawa mereka ketika
berangkat sekolah.
![]() |
Kondisi jalan dari
Kecamatan Pagentan menuju Kota Kabupaten Banjarnegara
Photo: courtesy @DedyKurniawan
|
![]() |
Kerusakan jalan tidak
hanya di satu titik, jalan ini adalah satu-satunya penghubung tercepat antaraKec.
Pagentan dengan Kec. Madukara dan Kota Kabupaten Banjarnegara
Photo: courtesy @DedyKurniawan
|
Sesungguhnya kami malu untuk
mengeluh, malu untuk mempertontonkan ketidakberdayaan, malu untuk meminta. Tapi
ini adalah bentuk pertahanan kami, untuk keluarga, anak-anak kami, adik-adik
kami, saudara kami, dan untuk Banjarnegara. Kami tidak apatis untuk bersinergi,
kami tidak menghindar untuk bekerjasama, kami juga tidak berburuk sangka kepada
wakil-wakil kami di jajaran pemerintahan. Kami percaya, Banjarnegara adalah ibu
pertiwi dan manusia-manusia yang dilahirkan olehnya tidak akan saling menyakiti.
Kami yakin bahwa wakil-wakil kami memiliki tujuan yang mulia, Bapak dan Ibu
Wakil Rakyat, kami percaya bahwa anda tulus untuk memperjuangkan amanah rakyat
hingga pelosok-pelosok desa. Kami percaya, semoga kepercayaan kami tidak
tercederai.
![]() |
Bentuk protes
masyarakat akan ketidakjelasan status perbaikan jalan, sudah sangat lam
Photo: courtesy @DedyKurniawan
|
Bapak dan Ibu Wakil Rakyat yang
terhormat,
Kami bercita-cita bahwa kehidupan
anak-anak kami, adik-adik kami akan lebih baik dari kami. Pertanian kami akan
tetap bertahan dengan dukungan yang baik dari berbagai pihak, akses pendidikan
dan layanan kesehatan akan semakin berkualitas hingga pelosok desa. Kami ingin
bertransformasi lebih baik dengan sumberdaya yang kami miliki, kami
bercita-cita mewujudkan desa yang berdaya dan lebih baik. Dan sebagian dari
cita-cita kami juga ditentukan oleh bagaimana kebijakan yang Bapak dan Ibu buat
sebagi wakil kami, wakil rakyat.
![]() |
Transportasi yang minim
mengharuskan anak sekolah berdesakan, bertaruh nyawa
Photo:
Courtesy @DedyKurniawan dan jepretan pribadi
|
Nasib Banjarnegara, kini dan
nanti adalah tanggungjawab kita sebagai manusia-manusia yang dilahirkan di atas
buminya. Tidak muluk buat kami sebagai rakyat biasa dari desa, sederhana, hasil
panen kami bisa tersalurkan, anak-anak kami bisa mengenyam pendidikan yang
baik, guru-guru kami sampai ke sekolah dengan selamat. Tidak muluk buat kami,
kami ingin didengarkan sebab kami percaya bahwa negara ini memiliki aturan yang
bertujuan keadilan sosial bagi seluruh rakyat. Kami adalah bagian dari rakyat
yang memiliki suara, kami memperjuangkan hak kami dengan tetap optimis. Kami
tidak akan mengemis beras miskin atau jaminan kartu sehat di puskesmas jika
kami mampu.
Banjarnegara bukan hanya kota,
Kabupaten ini hidup dari desa-desa. Bukan hal yang luar biasa bagi kami jika
Kabupaten Banjarnegara menjadi arena turnamen arung jeram internasional,
mengadakan kirab hari jadi setiap tahun dengan meriah, mengadakan festival
serayu, atau pun kemewahan-kemewahan yang ditunjukkan kepada khalayak luar.
Bagi kami bukan itu esensinya, untuk apa dibungkus dengan mewah jika inti dari
kehidupan dan denyut nadi Kabupaten ini (desa) masih dipandang sebelah mata.
Bapak dan Ibu Wakil Rakyat yang
terhormat,
Kami berbicara, sebab ini hak
kami. Kami mempertanyakan sebab kami perlu bertindak untuk kehidupan kami. Kami
mempercayakan amanah membawa Banjarnegara
yang lebih baik dengan memilih putra-putra Banjarnegara terbaik untuk
duduk di kursi pemerintahan, kami tidak ingin amanah kami tercederai. Semoga
Bapak dan Ibu masih berada di jalur perjuangan seperti yang disampaikan saat
kampanye dulu. Kami, rakyat biasa yang tidak tahu menahu apa itu rencana
strategis pembangunan ingin transformasi ke arah yang lebih baik sampai kepada
kami. Jangan hanya khawatirkan apakah resort dan perumahan-perumahan itu laku
di pasaran atau tidak, jangan hanya pamerkan kekayaan alam dan potensi wisata
Banjarnegara, jangan hanya banggakan bahwa di era ini Kabupetan Banjarnegara
memiliki sekolah tinggi pasca SMA, lihat lebih dalam bahwa jantung kehidupan
Banjarnegara (desa-desa) perlu mendapatkan perhatian dibanding sekedar membuka
investasi seluas-luasnya kepada para investor yang (memang) sudah kaya itu.
Bapak dan Ibu Wakil Rakyat yang
terhormat,
Kami tidak minta dikasihani,
tetapi sekali lagi jangan cederai kepercayaan dan amanah kami. Jangan biarkan
makna keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia luntur karena ada satu lagi
potret keterbelakangan di Indonesia dari Kabupaten ini.
Salam,
Turasih
(Mewakili suara-suara yang
disampaikan melalui pesan singkat, foto-foto di media sosial, keluhan petani
dan pelajar, suara dari desa)