Baru
saja kemarin mendiskusikan apakah ilmu pengetahuan bebas nilai atau tidak bebas
nilai. Apa yang saya dapat dari diskusi itu adalah sebaiknya di kondisi yang
real, ilmu pengetahuan tersebut memiliki keberpihakan sebagai wujud dari
prinsipil ilmu itu sendiri. Saya sederhanakan pemahaman ‘keberpihakan’tersebut dengan
makna: ‘siapa yang kita perjuangkan’. Akhirnya, bagi saya menentukan ada di
pihak mana kita mendedikasikan ilmu pengetahuan yang diperoleh di bangku kuliah
menjadi sangat penting. Tidak perlu jauh-jauh memberikan analisis makro,
misalnya kita menjadi presiden sebuah negara,contoh kecil saja, misalnya
seorang dosen di sebuah program studi tertentu. Dalam pemahaman saya, menjadi
seorang dosen [pengajar] adalah menjadi guru yang dalam artian bahasa jawa memiliki
makna ‘digugu’ (didengarkan petuahnya) dan ‘ditiru’ (sebagai teladan yang baik
untuk muridnya). Lantas demikianlah saya sebut bahwa menjadi pengajar haruslah
memiliki dedikasi siapa yang diperjuangkan agar makna ‘keberpihakan’ tersebut
menjadi jelas. Esensi ke-guru-an akan menjadi pantas disandang ketika ilmu
pengetahuan yang diberikan kepada murid-muridnya akan menghasilkan pemahaman
yang bernilai.
Barangkali
pemahaman ini berbeda dengan pendapat-pendapat lain yang muncul, hanya saja
bagi saya esensi dasar dari ilmu pengetahuan sesungguhnya adalah nilai itu
sendiri. Bagaimana mungkin seorang pengajar berharap bahwa murid-muridnya di
sebuah jurusan pertanian akan mendedikasikan ilmunya bagi perkembangan
pertanian dan kesejahteraan petani kecil, jika dalam prosesnya si pengajar
tidak menekankan kemana seharusnya si murid harus berpihak.
Bogor,
20 Februari 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
BERI KOMENTAR